Uang kertas |
Jaman dahulu, pada
saat emas dan perak menjadi alat tukar-menukar barang dan alat pengukur nilai
barang dan jasa, banyak orang Yahudi yang menjadi penjual jasa penyimpanan emas
yang lebih terkenal dengan istilah goldsmith (gold adalah emas, dan smith
adalah semit atau Yahudi).
Ini karena di sebagian
besar Eropa orang-orang Yahudi dilarang memiliki tanah yang membuat mereka
tidak bisa menjadi petani dan menjadikan profesi sebagai goldsmith sebagai
alternatif pekerjaan yang prospektif.
Meski dipandang
sebagai pekerjaan kurang terhormat, orang-orang kaya yang memiliki banyak emas
lebih menyukai menyimpan emasnya di goldsmith karena jaminan keamanan yang
diberikannya. Mereka hanya cukup memberi imbalan sejumlah emas tertentu atas
jasa penyimpanan yang diberikan goldsmith.
Untuk setiap emas yang
disimpan, goldsmith mengeluarkan secarik kertas (sertifikat) berisi keterangan
tentang kepemilikan emas sejumlah tertentu pada goldsmith. Setiap saat bila
pemilik emas ingin mengambil simpanannya, ia tinggal menunjukkan sertifikat
tersebut.
Seiring berjalannya
waktu, semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat pada goldsmith dan juga
karena sifat sertifikat yang likuid (mudah ditukarkan dengan emas kapan saja),
masyarakat mulai menerima sertifikat tersebut sebagai alat tukar-menukar barang
dan jasa. Pada saat inilah sertifikat tersebut menjadi uang kertas dan
merupakan uang kertas pertama di dunia.
Seiring berjalannya
waktu, semakin banyak emas yang disimpan di brankasnya, goldsmith melihat bahwa
sebagian besar emas tersebut teronggok begitu saja di brankas untuk jangka
waktu yang lama, karena kebutuhan likuiditas sudah terpenuhi dengan uang
kertas. Ia mulai berfikir: bagaimana kalau sebagian daripada emas itu
dipinjamkan ke orang yang membutuhkan (debitor) untuk dikembalikan setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan bunga?
Kemudian goldsmith
mulai menjadi rentenir dengan meminjamkan sebagian emas milik nasabahnya kepada
debitor yang membutuhkan. Setelah waktu yang ditentukan emas yang dipinjam
debitor dikembalikan dan goldsmith mendapat keuntungan berupa bunga. Semakin
sering dan semakin banyak goldsmith memberikan pinjaman, semakin besar pula
keuntungan yang didapatnya.
Selanjutnya goldsmith
mendapatkan ide lain.
Mengapa harus
memberikan pinjaman berupa emas? Bukankah uang kertas yang dikeluarkannya telah
diterima sebagai alat tukar-menukar dan jual beli? Maka kemudian untuk setiap
pinjaman yang ia berikan, ia hanya cukup mengeluarkan uang kertas. Dan setelah
jangka waktu tertentu, debitor mengembalikan hutangnya berupa emas kepada
goldsmith plus bunganya. Pada saat ini goldsmith melihat keajaiban yang menjadi
nyata. Hanya dengan selembar kertas, ia mendapatkan sebongkah emas.
Saat itu sebenarnya
goldsmith telah melakukan penipuan. Orang menyangka emas yang dijaminkan
benar-benar milik goldsmith sendiri, padahal sebenarnya milik nasabah yang
menitipkan emas. Selain penipuan ia juga melakukan pemerasan dengan membebankan
bunga atas pinjaman yang ia berikan. (inilah cikal bakal prinsip perbankan)
Belajar dari
kesuksesannya menipu nasabah (yang tidak mengetahui jika emasnya yang
dititipkan dijadikan jaminan kredit) dan debitor sekaligus, kemudian goldsmith
mendapatkan ide lagi. Bagaimana kalau dibuat beberapa lembar uang kertas
sekaligus untuk beberapa debitor?
Maka dibuatkan
beberapa uang kertas sekaligus untuk beberapa debitor. Dan setelah jangka waktu
tertentu para debitor mengembalikan hutangnya berupa emas plus bunga. Keajaiban
itu semakin menakjubkan.
Dengan modal beberapa
lembar kertas, ia mendapatkan sejumlah besar emas. Maka ia pun mengeluarkan
uang kertas sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Keuntungannya ..…
hanya dibatasi oleh kemampuan mencetak uang kertas.
Tidak ada bisnis
sepanjang sejarah umat manusia yang lebih menguntungkan daripada bisnis yang
dijalani goldsmith.
Seiring berjalannya
waktu semakin banyaknya orang yang menjadi debitor. Mereka rela antri duduk di
bangku panjang untuk mendapatkan pinjaman dari goldsmith. Bangku panjang
(banque) tempat duduk para calon debitor itu yang kemudian menjadi cikal bakal
istilah BANK. Dalam waktu tidak terlalu lama, para goldsmith menjadi
orang-orang terkaya di dunia.
Para bangsawan dan
para raja yang serakah membutuhkan dana untuk membiaya tentara, dan belanja
pegawainya. Mereka pun tidak bisa menghindar untuk menjadi mangsa para
goldsmith yang kemudian berganti istilah menjadi banker (pemilik bangku).
Sekali meminjam, nilainya jutaan kali pinjaman yang diterima individu-individu,
dan begitu juga keuntungan yang didapatkan banker.
Para banker itu senang
denggan sifat serakah para raja dan bangsawan yang suka berperang memperebutkan
kekuasaan. Semakin serakah mereka, semakin banyak perang yang dijalaninya dan
itu berarti semakin banyak pinjaman yang bisa diberikan para banker.
Dalam banyak kasus,
ketika perdamaian terjadi, para banker justru menjadi provokator politik untuk
memicu peperangan.
- Mereka membiayai
Oliver Cromwell untuk memberontak kepada Raja Charles di Inggris.
- Mereka membiayai
William Orange merebut tahta raja Inggris dari Charles II.
- Mereka merekayasa
Revolusi Perancis
- Membiayai
petualangan Napoleon
- Memprovokasi
kemudian membiayai pihak-pihak yang terlibat dalam Perang Sipil Amerika,
merancang Perang Krim, Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Dingin, Vietnam,
Teluk, dan perang-perang yang lain.
Setelah perang, para
pemimpin dan sekaligus juga rakyat negara-negara yang terlibat perang menjadi
sapi perahan para bankir atas hutang yang mereka tanggung.
Selanjutnya, selain
mendapatkan keuntungan materi yang tiada tara, banker juga mendapatkan
keuntungan politik yang besar. Mereka dapat dengan mudah mengangkat seseorang
menjadi penguasa semudah mereka menjatuhkannya dari kekuasaan.
Dan semakin besar
kekuasaan politik mereka, semakin besar pula keuntungan ekonomi mereka. Politik
dan uang, dua sisi mata uang yang sama, semuanya telah dimiliki para banker.
Dasar Yahudi, ketika
pada awal abad 20 ditemukan minyak bumi, para banker itu melihat peluang bisnis
besar lain. Jika manusia bisa dibuat tergantung hidupnya pada minyak, maka
keuntungan mereka akan semakin besar, meski dibandingkan keuntungan yang
diberikan oleh bisnis keuangan masih kalah jauh.
Maka mereka membayar
Henry Ford (seorang ahli mesin internal combustion berbahan bakar minyak) untuk
memproduksi mobil berbahan bakar minyak secara massal sehingga production
cost-nya lebih kecil dan bisa dijual dengan harga relatif murah.
Di sisi lain mereka
membujuk Thomas Alva Edison untuk menghentikan ambisinya memproduksi mobil
berenergi batere (karena akan mengancam bisnis baru mereka) dengan tawaran
menjadi bos perusahaan General Electric. Sedangkan untuk urusan produksi
minyaknya, mereka mempercayakan pada Rockefeller.
Perusahaan-perusahaan
transportasi massal dengan model transportasi berenergi listrik seperti trem
mereka beli untuk mereka gantikan modelnya menjadi bus-bus berbahan bakar
minyak. Bila ada perusahaan yang melawan, mereka mengerahkan pasukan mafia,
pengacara, atau aparat pemerintah yang sudah disuap. Tidak lupa pembunuhan
kharakter melalui media massa akan dialami para penentang banker.
Ketika Stanley Meyer,
seorang ilmuwan Amerika menemukan alat pengubah air menjadi bahan bakar
hidrogen yang murah dan portabel, ia ditangkap, diadili dan terakhir dibunuh.
Sama dengan apa yang
telah dilakukan terhadap Ezra Pound, sastrawan besar penentang dominasi banker
kapitalis internasional. Setelah tidak memiliki alasan mengadili Ezra karena
pemikirannya, Ezra dijebloskan ke klinik perawatan penyakit jiwa (sastrawan
besar yang beberapa muridnya meraih Nobel Sastra dianggap gila?) hingga
meninggal dalam tahanan.
Hal yang sama juga
menimpa Joko, penemu blue energy dari Indonesia. Dianggap membahayakan
kepentingan para kapitalis penguasa bisnis minyak, ia diculik, dibunuh
kharakternya melalui media massa dan sekarang harus menghadapi proses
pengadilan.
Dan inilah sedikit
gambaran keuntungan bisnis para bankir kapitalis di bidang perminyakan. Saat
ini konsumsi minyak dunia sekitar 100 juta barrel sehari. Biaya produksi minyak
rata-rata katakan saja $20 per-barrel meski sebenarnya lebih kecil. Jika harga
minyak dunia, katakan $50 per-barrel, maka produsen minyak mendapat keuntungan
$30 per-barrel.
Berarti keuntungan
produksi minyak global sehari adalah $30 x 100 juta = $3 miliar atau Rp30
triliun lebih dengan kurs dollar sekarang. Dalam setahun keuntungannya adalah
Rp30 triliun x 365 = Rp11.000 triliun. Katakan 50% total keuntungan itu jatuh
ke tangan perusahaan-perusahaan minyak dunia milik para banker, maka keuntungan
para banker dari produksi minyak adalah Rp5.500 triliun setahun.
Diperlukan ribuan
orang Syech Puji (kiai nyentrik yang suka pamer kekayaan dan memperistri anak
kecil) untuk menandingi keuntungan para banker itu, dari bisnis minyak saja.
Ingat dari bisnis minyak saja, belum bisnis terkait seperti mobil,
transportasi, apalagi bisnis pokok mereka.
Sistem perbankan yang
berlaku saat ini adalah sistem yang sama dengan sistem perbankan goldsmith,
dengan kualitas dan kuantitas yang jauh lebih besar. Contohnya bank kini bahkan
tidak perlu lagi mengeluarkan uang kertas atau sertifikat untuk memberikan
pinjaman.
Cukup dengan sebuah
entry di komputer alias dengan udara kosong (abab istilah Jawanya) maka kredit
sudah diberikan. Dan kemudian, para debitor harus membayar dengan darah dan
keringat atas abab yang diberikan banker. Jika gagal membayar, harta bendanya
disita oleh bankir sebagaimana dialami jutaan debitor sub-prime mortgage di
Amerika akhir-akhir ini.
Para bankir internasional
saat ini adalah keturunan para goldsmith jaman dahulu. Sebagian besar bank di
dunia, termasuk Indonesia, adalah milik para bankir internasional itu.
Pada suatu saat para
banker itu bosan dengan tumpukan uang kertas yang menumpuk di gudang mereka setelah
sebelumnya persediaan emas dunia kering tersedot ke brankas mereka kecuali
sebagian kecil yang dipakai masyarakat sebagai perhiasan.
Mereka ingin
pembayaran riel: properti, tanah, emas, asset-asset perusahaan dan sebagainya.
Maka mereka menghentikan suplai uang kertas dan menarik yang sudah beredar.
Istilahnya kebijakan tight money. Dunia pun mengalami krisis finansial yang
merembet ke seluruh sektor ekonomi. Perusahaan-perusahaan bangkrut,
debitor-debitor tidak dapat membayar hutangnya, saham perusahaan-perusahaan
anjlok.
Saat inilah para
bankir itu menjalankan rencananya: memborong perusahaan-perusahaan yang
bangkrut, saham-saham perusahaan yang anjlok, dan menyita harta benda debitor
yang gagal bayar. Maka dalam waktu singkat terjadi pemindahan kekayaan
besar-besaran dari masyarakat ke kas para banker. Dan dalam situasi itu, mereka
dengan bersembunyi di balik jubah IMF dan Bank Dunia, datang menawarkan
“bantuan” yang sebenarnya berupa kredit berbunga ganda yang mencekik leher dan
hanya membuat manusia semakin jatuh dalam cengkeraman kekuasaan mereka.
Hal inilah yang
terjadi pada fenomena Depresi Besar tahun 1930-an, Krisis Moneter tahun 1997
dan Krisis Finansial Global saat ini. Bahkan saat ini AMERIKA pun tak luput
dari tipu daya segelintir orang tersebut. Amerika Serikat diambang resesi.
Dengan utangnya yang mencapai $ 14,3 triliun dollar atau setara dengan 100
persen dari PDB-nya. Persetujuan Kongres tentang kenaikan utang, yang
menyelamatkan Amerika Serikat dari gagal bayar (default), tak mendapat sambutan
positif di seluruh pasar bursa saham. Nilai perdagangan di bursa saham,
semuanya rontok, dan berimbas ke seluruh dunia.
Dunia terbuai oleh
ilusi yang ditebarkan para banker melalui artis-artis Hollywood dan Bollywood,
Madonna, David Beckham, Manchester United, Tom & Jerry, Naruto, Indonesian
Idol, dll. Bahkan anak-anak kecil pun sudah diajari orang tuanya untuk terbuai
ilusi Idola Cilik, hingga mengabaikan nasib jutaan rakyat di Negara Tercintanya
ini yang tengah kelaparan akibat gizi buruk atau akibat kelangkaan air hingga
BBM…
Komentar
Posting Komentar